Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance, Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service
Cakrajiya Ciptana (CCi)
http://www.cc-indonesia.comCakrajiya Ciptana (CCi)
Dahulu, menu makanan pecel lele mungkin hanya ditemui di warung-warung pinggir jalan. Tetapi di tangan Rangga Umara yang inovatif, ia membuat image pecel lele menjadi lebih bergengsi, lebih modern, dan mendatangkan profit yang menjanjikan melalui restorannya, “Pecel Lele Lela”.
Usahanya ini dirintis pertama kali pada akhir 2006 saat ia terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tempatnya bekerja. Dengan modal yang hanya sekitar Rp3 juta, ia memberanikan diri untuk memulai bisnis di bidang makanan.
"Saat itu, saya melihat hampir semua restoran besar yang telah ada memiliki spesialisasi makanan tersendiri. Seperti Ikan Bakar, Ayam Bakar, Ayam Goreng, Tetapi saya melihat kenapa belum ada restoran yang spesial menjual lele? Inilah yang menjadi ide awal memulai bisnis Pecel Lele Lela," kenang pengusaha muda berusia 31 tahun ini saat berbincang dengan okezone di Jakarta, Sabtu (19/6/2010).
Terbentur modal tak membuatnya putus asa, ia lalu mengajukan kerjasama dengan sebuah warung makan yang terancam gulung tikar di daerah Kalimalang, Jakarta Timur. Dari sinilah usahanya dirintis. Ia lalu mengelola warung makan tersebut dan membayar sewa tempat setiap bulannya.
"Awalnya agak berat juga, mungkin orang lain masih belum familiar dengan pecel lele di restoran. Sehingga yang paling banyak terjual pecel ayam," tambahnya.
Untuk lebih mengenalkan produknya kepada konsumen, ia lalu melakukan berbagai macam promosi. Seperti pengenalan lele yang beraneka rasa. Lalu ia mengubah bentuk lele yang terkesan “seram” menjadi lebih enak dipandang sehingga merubah image dari makanan rakyat menjadi makanan modern.
"Kita tawarkan lele yang di-fillet (dipisahkan antara daging dan tulangnya). Lalu ada juga yang digoreng tepung, dan berbagai inovasi yang lain dari yang lain," lanjutnya.
Ia juga ingin menjangkau konsumen anak-anak dan remaja. Jika dahulu metode promosi adalah menampilkan artis terkenal, maka saat ini ia membuat konsumen yang datang menjadi “artis” dengan memfoto mereka secara bersama-sama dan memajangnya di dinding.
Saat ini, Pecel Lele Lela memiliki 21 cabang di Jabotabek. Dengan produksi lima sampai enam kuintal daging lele per hari dengan omset Rp1,2 miliar per bulannya.
"Rata-rata produksi daging lele per cabangnya sekitar 40-60 kilo. Bahkan ada cabang yang dapat mencapai 100 kilo setiap harinya," tambahnya.
Sekarang ini Ia sedang menyiapkan untuk melakukan ekspansi usaha di luar Jabotabek dengan berencana membuka 4 cabang di Bandung yang kemudian di kota lain seperti Medan, Bali, dan Surabaya.
"Jika Medan sukses, Pecel Lele Lela akan coba go internasional ke Penang-Malaysia dan Singapura, dan suatu saat saya punya cita-cita untuk membuka di Mekkah, Arab Saudi," ungkapnya.
Jumlah pekerja yang dimilikinya saat ini berjumlah sekitar 350 pekerja diseluruh cabang. Dan menurutnya, Pecel Lele Lela tidak mengandalkan koki karena sudah memiliki Standart Operasional Prosedure (SOP) bahwa semua karyawan harus bisa memasak. "Tetapi, kita tetap memiliki beberapa koki master untuk inovasi-inovasi baru," pungkasnya.
Usahanya ini dirintis pertama kali pada akhir 2006 saat ia terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tempatnya bekerja. Dengan modal yang hanya sekitar Rp3 juta, ia memberanikan diri untuk memulai bisnis di bidang makanan.
"Saat itu, saya melihat hampir semua restoran besar yang telah ada memiliki spesialisasi makanan tersendiri. Seperti Ikan Bakar, Ayam Bakar, Ayam Goreng, Tetapi saya melihat kenapa belum ada restoran yang spesial menjual lele? Inilah yang menjadi ide awal memulai bisnis Pecel Lele Lela," kenang pengusaha muda berusia 31 tahun ini saat berbincang dengan okezone di Jakarta, Sabtu (19/6/2010).
Terbentur modal tak membuatnya putus asa, ia lalu mengajukan kerjasama dengan sebuah warung makan yang terancam gulung tikar di daerah Kalimalang, Jakarta Timur. Dari sinilah usahanya dirintis. Ia lalu mengelola warung makan tersebut dan membayar sewa tempat setiap bulannya.
"Awalnya agak berat juga, mungkin orang lain masih belum familiar dengan pecel lele di restoran. Sehingga yang paling banyak terjual pecel ayam," tambahnya.
Untuk lebih mengenalkan produknya kepada konsumen, ia lalu melakukan berbagai macam promosi. Seperti pengenalan lele yang beraneka rasa. Lalu ia mengubah bentuk lele yang terkesan “seram” menjadi lebih enak dipandang sehingga merubah image dari makanan rakyat menjadi makanan modern.
"Kita tawarkan lele yang di-fillet (dipisahkan antara daging dan tulangnya). Lalu ada juga yang digoreng tepung, dan berbagai inovasi yang lain dari yang lain," lanjutnya.
Ia juga ingin menjangkau konsumen anak-anak dan remaja. Jika dahulu metode promosi adalah menampilkan artis terkenal, maka saat ini ia membuat konsumen yang datang menjadi “artis” dengan memfoto mereka secara bersama-sama dan memajangnya di dinding.
Saat ini, Pecel Lele Lela memiliki 21 cabang di Jabotabek. Dengan produksi lima sampai enam kuintal daging lele per hari dengan omset Rp1,2 miliar per bulannya.
"Rata-rata produksi daging lele per cabangnya sekitar 40-60 kilo. Bahkan ada cabang yang dapat mencapai 100 kilo setiap harinya," tambahnya.
Sekarang ini Ia sedang menyiapkan untuk melakukan ekspansi usaha di luar Jabotabek dengan berencana membuka 4 cabang di Bandung yang kemudian di kota lain seperti Medan, Bali, dan Surabaya.
"Jika Medan sukses, Pecel Lele Lela akan coba go internasional ke Penang-Malaysia dan Singapura, dan suatu saat saya punya cita-cita untuk membuka di Mekkah, Arab Saudi," ungkapnya.
Jumlah pekerja yang dimilikinya saat ini berjumlah sekitar 350 pekerja diseluruh cabang. Dan menurutnya, Pecel Lele Lela tidak mengandalkan koki karena sudah memiliki Standart Operasional Prosedure (SOP) bahwa semua karyawan harus bisa memasak. "Tetapi, kita tetap memiliki beberapa koki master untuk inovasi-inovasi baru," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment