Sunday, August 22, 2010

RI Terapkan Exit Policy Bertahap

Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance,Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service

Cakrajiya Ciptana (CCi)

http://www.cc-indonesia.com




ARTICLE CLIPPINGS

Media : Seputar Indonesia

Date : Wednesday, March 24, 2010

Page : 14

Tone : Positive

Position : Top-Center

Section : Ekonomi Makro



Pejabat sementara Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan, Indonesia tidak bisa tergesa-gesa untuk menerapkan kebijakan pascakrisis (exit policy).

Dia mengatakan, kebijakan tersebut akan dilakukan secara bertahap, apalagi tingkat pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah juga cenderung membaik. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik. Karena itu, kita belum perlu menerapkan exit policy atau kebijakan pascakrisis," kata Darmin seusai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, saat ini kebijakan pascakrisis Indonesia tengah dirancang secara menyeluruh. Sementara kebijakan yang pernah diambil sewaktu menghadapi krisis lalu secara bertahap akan diubah.

"Kami tidak akan membuatnya secara parsial. Kebijakan yang pernah diambil dalam rangka menghadapi krisis yang lalu itu secara bertahap akan diubahnamun kami tidak akan tergesa karena negara lain juga belum," paparnya.

Indonesia, katanya, tidak perlu meniru inegara lain seperti India yang teiah menaikkan suku bunga dan mempunyai pertimbangan sendiri dalam membuat kebijakan. Dia mencontohkan Amerika Serikat (AS) yang merupakan episentrum krisis finansial global. "Mereka saja kebijakan bunga atau policy rate-nya belum berubah," kata Darmin.

Kebijakan exit policy ini selalu dibahas dalam pertemuan bank sentral negara-negara G-20 karena penarikan yang terlambat dinilai akan mengganggu proses pemulihan dan berpengaruh secara regional dan global.

Menurutnya, negara-negara yang menerapkan kebijakan non-konvensional akan segera menjalankan exit policy. Kebijakan ini tidak hanya di bidang fiskal tetapi juga moneter. Namun, menurut Darmin, banyak juga negaranegara yang belum menjalankan exit policy karena mereka harus menghitung kapan waktu yang tepat untuk meslepaskan kebijakan tersebut.

Kendati demikian, Darmin mengatakan, pihaknya optimistis Indonesia tidak akan terlalu terganggu dengan kebijakan krisis di negara lain. Persoalannya, selama ini Indonesia sangat sedikit melakukan modifikasi kebijakan untuk menangani krisis. Selain itu, dia menilai, kondisi ekonomi Indonesia masih dalam kelompok negara yang baik dalam penanganan krisis

maupun hasilnya.

"Kita selalu termasuk dianggap yang baik, walaupun bukan yang terbaik minimal tiga atau empat besar terbaik. Jadi, yang disibukkan mungkin di negara-negara Eropa," ujarnya.

Ketika krisis finansial memuncak akhir 2008 lalu, BI mengeluarkan berbagai macam aturan anyar mulai dari pengubahan aturan giro wajib minimum (GWM), lalu pemudahan syarat bagi bank yang butuh fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP), hingga aturan transaksi devisa.

Sebelumnya bank sentral AS (The Fed) menyatakan kebijakan moneter sewaktu krisis masih diperlukan untuk mempertahankan pemulihan ekonomi. Meski demikian, bank sentral itu berencana keluar dari paket stimulus pada waktu yang tepat.

Secara terpisah, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, Indonesia memang belum membutuhkan kebijakan pascakrisis. Ini disebabkan kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih stabil dan terkendali.

"Yang pasti, para pelaku di pasar modal tidak usah terlalu khawatir sebab fondasi ekonomi nasional juga cenderung memperlihatkan tren positif. Pemain pasar modal tidak perlu panik dengan adanya koreksi di pasar modal karena itu adalah kecenderungan normal. Sejauh ini exit policy masih belum dibutuhkan," katanya.

Menurutnya, yang terjadi selama ini disebabkan ketidakpastian kondisi pasar saham global. Kondisi ini ikut dipicu aksi spekulatif sejumlah pihak yang mencermati adanya prediksi positif dari laju inflasi di AS. "Saat inflasi mulai naik, ada orang yang berspekulasi dengan menaikkan suku bunga. Apalagi, Presiden

Obama juga akan membuat aturan baru di sektor perbankan. Namur saya meyakini bahwa secara umur ekonomi di AS tumbuh cepat dai itu berpengaruh baik bagi kita, paparnya.

Senada dengan Purbaya, pengamat ekonomi Dradjad Hari Wibowo mengatakan bahwa exit policy memang belum dibutuhkan karena melihat kondisi ekonomi Indonesia yang mulai membaik. Namun, dia mengatakan, kalau BI tidak hati-hati, bisa terjadi ke tidakstabilan di pasar keuangan "Karena jika terjadi kerugian tidak ada exit policy," katanya.

Terlebih lagi bank-bank terutama yang berada di Singapura dan AS, membukukan kerugiar yang cukup besar. "Selama pemerintah bisa menjaga perekonomian seperti sekarang sepertinya exit policy tidak mendesak untuk dilakukan," katanya singkat.

bernadette lilia nova



No comments:

Post a Comment