Sunday, August 15, 2010

Cetak-Biru Sepakbola Nasional, Kerjakan!

Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance,Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service

Cakrajiya Ciptana (CCi)

http://www.cc-indonesia.com




ARTICLE CLIPPINGS

Media : bola.okezone.com

Date : Monday, March 01, 2010

Url : http://bola.okezone.com/read/2...

Tone : Neutral



ADA satu olahraga berbentuk permainan. Dimainkan dalam lapangan rumput seluas 91,4 m x 54,8 m. Pemainnya, antara sebelas orang (yang disebut kesebelasan) melawan sebelas lawannya. Apa nama permainan ini? Ya, benarlah, namanya sepakbola. Olah permainan tersebut jadi wahana yang paling disukai orang Indonesia. Namun, sayang sekali, kiprah negeri ini belum hebat. Indonesia tidak begitu berhasil menuai prestasi di pelbagai ajang persepakbolaan. Walaupun, tidak dipungkiri, banyak bibit muda berbakat. Para pemain belia yang sebarannya ada di seantero Nusantara. Berkaca dari minimnya prestasi sepakbola nasional, setidaknya masih bisa dipetik satu pelajaran berharga. Muatannya, tidak lain, jangan tinggalkan pembinaan sepakbola untuk remaja. Sebab, regenerasi secara alamiah terjadi dalam seluruh bidang kehidupan. Daur proses lahir-besar-mati dialami setiap makhluk hidup. Termasuk juga pemain sepakbola. Lebih jauh lagi, olahraga merupakan salah satu cara menikmati hidup yang baik, sehat, dan produktif. Jelas hal itu sangat berhubungan dengan produktivitas, kesehatan, dan kebaikan yang manusiawi. Selain itu, kegiatan-kegiatan dan prestasi olahraga telah terbukti efektif merupakan salah satu sarana pemersatu bangsa satu soal yang sangat berguna di saat ini, tatkala bangsa ini sudah mulai terancam dalam bahaya separatisme dan disintegrasi. Tak hanya pemerintah, pihak swasta pun turut urun rembug dalam usaha menangani pembinaan sepakbola bagi remaja. Misalnya, PT Bogasari yang menyelenggarakan Liga Bogasari Usia-15 sejak beberapa tahun silam. Tak kurang, Rp3 miliar dialokasikan pabrikan tepung terigu terbesar di Indonesia. Sementara itu, dari tiga tahun terakhir digelarnya Liga Medco U-15, sekitar 1.500 pesepakbola usia remaja sudah mengikutinya. Kami ingin memberikan kesempatan kepada seluruh anak Indonesia tampil pada kompetisi tingkat nasional. Kami berharap melalui ajang ini mimpi mereka untuk bisa menjadi pesepakbola nasional bisa terwujud, kata Hadi Basalamah, eksekutif PT Medco, yang menjadi ketua turnamen. Proyek Bola Prestisius PERSATUAN Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai otoritas tertinggi yang membidangi masalah ini telah membangun School of Excellent sebagai puncak pembinaan sepakbola yunior di Tanah Air. Proyek prestisius ini secara khusus membina pemain-pemain berbakat istimewa di Tanah Air yang direkrut dari tiga kompetisi yunior nasional, yaitu Liga Danone U-13, Liga Medco U-15, dan Liga Suratin U-17. Pemain-pemain yang masuk ke School of Excellent itu sesuai rencananya diambil dari sentra-sentra pembinaan yang sudah ada dan akan dibangun di sejumlah daerah. Versi PSSI, terdapat dua tujuan utama pembangunan proyek prestisius ini. Pertama, menyiapkan pemain yunior berkualitas tinggi, baik teknis, mental, maupun bahasa asing (Inggris) untuk bisa bersaing masuk ke klub dan liga-liga sepakbola negara maju, khususnya Eropa. Pemain-pemain produk kompetisi hebat inilah yang kelak menjadi tulang punggung tim Merah-Putih di berbagai arena internasional, selain produk kompetisi profesional dalam negeri. Kedua, menciptakan bintang sepakbola idola yang sangat penting di atas panggung lapangan hijau sebagai showbiz yang menghipnotis penonton. Semakin banyak bintang idola, bisnis sepakbola akan semakin bergairah dan hidup. Proyek prestisius yang digagas PSSI ini senada dengan saran dari mantan pemain nasional Bob Hippy. Bob menyatakan perlu membuat semacam cetak-biru (blue-print) mengenai program pembinaan yang berkesinambungan bagi pemain usia muda, yang sering juga disebut pemain kelompok umur. Cetak-biru tersebut amat diperlukan bagi terciptanya suatu sistem perekrutan yang baku, hingga mempermudah jalan bagi pembentukan tim-tim kelompok umur. Dalam hal ini, dikatakan Hippy, PSSI seyogyanya harus mengambil keuntungan dari banyaknya pembinaan pemain usia dini, belia dan remaja, melalui Sekolah Sepakbola (SSB) yang tersebar di seluruh Indonesia. Apa pengurus PSSI terpikirkan untuk beranjangsana ke SSB-SSB itu dan melihat bagaimana proses pembinaan pemain muda itu dilakukan? Saya kira sejauh ini belum. Kapan lagi kita bisa mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain di Asia, seperti Korea atau Jepang misalnya, kalau untuk proses pembinaan pemain usia muda saja kita belum punya sistem perekrutannya yang baku, kata Bob, yang di tahun 1964-65 pernah menjadi andalan di timnas yunior Indonesia. Belumlah terlambat jika sejak sekarang PSSI lebih serius memikirkan kesinambungan pembinaan pemain kelompok umur tersebut. Untuk itu, alangkah baik dan mulianya jika PSSI dapat mengundang para pengelola SSB serta para sponsor turnamen kelompok umur untuk duduk bersama dan membicarakan hal itu secara lebih mendalam. Kalau pendekatannya baik, saya cukup yakin akan banyak pula calon-calon sponsor yang bisa diajak berembuk untuk membicarakan masalah itu, ujarnya. Saat ini tercatat makin banyak turnamen yang khusus mempertandingkan pemain kelompok umur digelar di berbagai negara, apalagi FIFA dan AFC sendiri telah memiliki kalender tetap. Dari pengalaman selama ini, PSSI kerap kelimpungan untuk menerjunkan tim nasional ke berbagai kejuaraan antarnegara. Antusiasme Remaja SELAMA ini dapat dilihat minat remaja menggauli sepakbola cukup tinggi. Setiap kali turnamen diadakan, berduyun-duyun klub dari seluruh penjuru negeri mendaftar guna ikut bertanding. Antusiasme ini merebak kuat semerbak kembang yang baru tumbuh mekar sebelum boleh dipetik bagai bunga yang indah. Minat tinggi dari remaja untuk bermain sepakbola itu pula terekam di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Sebanyak 20 klub dari 14 Kecamatan di Kab Sumbawa mengirimkan wakilnya pada kejuaraan sepakbola yunior U-16 memperebutkan Piala Bergilir Bupati Sumbawa. Lain halnya dengan apa yang digagas Kota Salatiga, Jawa Tengah. Di kota berhawa sejuk itu, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) setempat membuka Diklat Sepakbola Mandiri. Lembaga ini bertujuan mencetak pemain-pemain muda berbakat sebagai cikal pemain daerah dan nasional. Gebrakan mendirikan diklat sepakbola mandiri tersebut tidak lain karena tingginya permintaan warga untuk menyalurkan bakat anak di bidang sepakbola. Kepala SKB Salatiga Bambang Suwartono menjelaskan, basis pembinaan ini nantinya akan berkembang menjadi Pusat Pendidikan Latihan Daerah (PPLD) Sepakbola Kota Salatiga. Peserta didik yang diambil berdasarkan seleksi untuk tingkat pendidikan tingkat SMP dan SMA. Pembinaan akan dilaksanakan dengan sistem asrama di pusat SKB, yakni TC Ngebul, yang juga menjadi tempat pembinaan PPLP Sepakbola Jateng. Sedangkan di Kabupten Nabire, Papua, kekayaan sumberdaya manusia berupa pemain muda berbakat dibuktikan dalam kompetisi sepakbola usia dini 13-15 tahun antarkampung/Kelurahan yang diselenggarakan di lapangan Sapta Marga Kodim 1705/Paniai dan Polres Nabire. Adanya turnamen berdampak bagi remaja termotivasi mengembangkan bakat bermain. Betapa bangga menyaksikan begitu banyak pemuda memiliki talenta sepakbola. Bakat alamiah yang dimiliki para pemain belia tentu merupakan investasi besar bagi masa depan persepakbolaan. Tapi pertanyaannya, satu cakupan saja: Mana cetak-biru pembinaan sepakbola Indonesia?

No comments:

Post a Comment