Sunday, August 22, 2010

Citra Pengawasan BI Terkena Imbas Century

Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance,Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service

Cakrajiya Ciptana (CCi)

http://www.cc-indonesia.com




ARTICLE CLIPPINGS

Media : Infobank

Date : Thursday, March 25, 2010

Page : 20-21

Tone : Positive

Position : Center

Section : Fokus Utama



TAHUN 2010 menurut amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UUNomor23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) merupakan batas waktu pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya, kalau tahun ini 'bayi" OJK itu tidak lahir uga, berarti dua kali sudah kontraksi terjadi tanpa hasil Apakah dengan munculnya kasus Bank Century pembentukan OJKmenjadi kian mendesak?Apa tanggapan BI terhadap kesan ikhlas tapi tak rela karena pengawasan perbankannya dilepas ke 0JK? Berikut penuturan S. Budi Rochadi, Deputi Gubernur BI, kepada Tofik Iskandar dan Apriyani Kurniasih dari lnfobank medio Februari lalu, di kantornya, di Jakarta. Petikannya:

Terjadinya kasus perbankan, seperti Bank Century, membuat publik menilai fungsi pengawasan BI lemah. Bagaimana tanggapan Anda?

Kalau pengawasan kami dikatakan lemah hanya gara-gara kasus Bank Century, itu tidak benar. Secara umum sistem pengawasan kami membuktikan bahwa kami bisa menghasilkan sistem perbankan yang kuat. Itu tidak diakui lembaga nasional saja, tetapi juga lembaga rating internasional.

Hasil penilaian Fitch (Fitch International) terhadap rata-rata bank besar di Indonesia sekarang sudah "BB-F". Sedang Moody's juga telah menaikkan rating industri perbankan dari negatif menjadi stabil. Jadi, ini bukti bahwa pengawasan bank kita tidak jelek dan saya menentang keras serta menolak kalau dikatakan atau dianggap bahwa pengawasan bank oleh BI lemah.

Memang, khusus Bank Century ada kelemahannya. Tapi, itu bukan berarti secara keseluruhan dan tak bisa di-kebyah uyah. Penanganan Bank Century ini sebetulnya sudah kami lakukan sesuai dengan SOP (standard operating procedure). Nah, kalau SOP ini mungkin ada kelemahannya, ya ini yang kami perbaiki terus dari waktu ke waktu.

Apakah dengan terjadinya kasus Bank Century, pembentukan OJK kian mendesak?

Itu 'kan dalih saja dan tidak bisa dijadikan patokan. Masalah OJK sebetulnya sudah diatur sejak UU BI Tahun 1999 'kan. Tapi, pengamatan para pengambil keputusan waktu 1999 itu memang tidak seperti sekarang dan ketika itu tidak ada contoh bahwa pengawasan bank melalui OJK membawa basil negatif. Makanya, kala itu semuanya mengatakan harus ada pengawasan tunggal.

Namun, sejak 1999 hingga saat ini kondisi 'kan sudah berubah. Ternyata dengan memisahkan fungsi pengawasan bank ini ada sesuatu yang negatif. Contohnya adalah OJK di Korea Selatan dan Inggris. Karena, hank sentralnya tidak mendapatkan informasi yang diperlukan dalam rangka menjalankan fungsinya menjaga stabilitas sistem keuangan maupun dalam hal pelaksanaan kebijakan moneternya.

Jadi, kalau kita belajar dari kasus OJK di Korea Selatan dan Inggris, yang harus ditekankan bahwa bank sentral harus mempunyai informasi data sehari-hari dan lengkap. Karena, bank sentral ini 'kan perlu melihat likuiditas untuk menjaga likuiditas dalam kerangka kebijakan moneter secara jangka panjang serta menjaga stabilitas sistem keuangan. Kalau sistem keuangan tidak stabil dan hancur, maka transmisi kebijakan moneter ke sektor riil bisa macet dan sistem pembayaran tidak jalan kan.

Jadi, kalau ditanya apakah OJK sudah mendesak atau belum, tentunya bagi BI tidak ada yang mendesak. Yang mendesak dan harus diselesaikan itu batas waktu pembentukan OJK sesuai dengan amanat UU, yang paling lambat 31 Desember 2010. Sekarang kalau dilihat apakah bisa aktif BI? Ya nggak bisa. Ini pemerintah kan. Tapi, kami siap bantu untuk memberikan rekomendasi atau referensi. Tapi, untuk yang mengambil inisiatif bukan kami (BI).

Kalau OJK jadi terbentuk pada tahun ini, apa persiapan BI untuk mendukung OJK?

Terserah pada pembicaraannya. Kalau hanya nyaplok SDM (sumber daya manusia) dari BI, kami siap. Total jumlah SDM pengawasan bank di BI ada sebanyak 1.437 orang yang terdiri atas 871 orang di kantor pusat dan 566 orang di kantor-kantor BI. Jumlah tersebut untuk mengawasi 121 bank umum dan 2.296 BPR (bank perkreditan rakyat) dengan total 16.184 kantor bank.

Kami melakukan pengawasan bank ini kan sudah (pekerjaan) sehari-hari. Bikin seorang pengawas bank itu tidak gampang dan bukan setahun dua tahun. Makanya, saya mengatakan di intern BI jangan sering-sering SDM pengawas bank itu dipindah-pindah. Sebab, mereka kalau sudah lama pengalaman instingnya itu tajam dan bagus sekali.

Tapi, masalahnya tidak hanya itu kan. Apakah kita nantinya sehari-hari bisa mengakses data dan informasi cukup lengkap dari kondisi perbankan dan lembaga keuangan lain untuk menjalankan kegiatan manajemen moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.

Jadi, inti persoalannya cuma masalah koordinasi?

Iya. Tapi, itu sesuatu yang gampang diucapkan, susah dilaksanakan. Makanya, kami ada kekhawatiran kalau pengawasan bank dipisahkan sama sekali, walaupun dibilang nanti ada rapat intensif dengan bank sentral. Kalau benar kekhawatiran itu yang terjadi, maka untuk pengawasan sistem keuangan atau untuk manajemen moneter bisa fatal 'kan seperti di Korea Selatan.

Sudah sejauh mana pembahasan wacana itu dilakukan BI dengan pemerintah?

Ya dibahas terus. Kalau kami melihat alternatif yang paling ujung itu adalah tetap seperti sekarang. Alternatif di ujung lain bahwa ini pindah 100% seperti dalam pasal 34 UU BI. Tapi, pasal 34 itu kan sebetulnya OJK perlu dibentuk tetapi tidak dilepas sama sekali. Berarti belum tentu dilepas dan masih ada banyak model 'kan.

Nah, model atau alternatif selain dua modal ekstrem tadi adalah seperti yang kami kemukakan di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Modelnya ada chief supervisory officer (CSO) dari pengawasan bank, CSO dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), dan CSO lembaga keuangan bukan bank yang digabung dalam satu komisioner.

Alternatif yang lain seperti di Jepang. Pengawasan microprudential diversuskan dengan pengawasan macroprudential. Dalam hal ini yang microprudential dipegang OJK-nya Jepang dan yang macroprudential oleh bank sentralnya. Diskusi antara bank sentral dan OJK Jepang itu sangat intens dan saling memberikan informasi. Nah, yang kita perlukan ini kan sebetulnya yang pengawasan macroprudential dengan titik perhatian lebih banyak ke surveillance. Tidak pengawasan yang pada kepatuhan peraturan.

Model OJK di negara mana yang kira-kira cocok diterapkan di Indonesia?

Menurut saya pribadi bisa Cina, Jepang, atau Prancis.

Melihat batas waktu yang tinggal sembilan bulan, pilihan mana yang memungkinkan antara tetap membikin OJK atau mengamandemen UU BI?

Ya memang kalau mau bikin OJK susah dan lama. Makanya, ada pemikiran bahwa tetap dibentuk OJK ini namun ada masa transisi, katakan tiga tahun, misalnya. Saya kira oke kalau masa transisi. Kalau soal amandemen UU BI, kita harus melihat lagi. Kalau mau ya, yaitu pandangan apakah memang perlu dibuat lembaga terpisah. Karena, di negara-negara lain saja, misalnya, mereka sudah berpikir mengembalikan dari OJK ke bank sentral kan.

Ada opsi kalau pengawasan lembaga keuangan bukan bank ke BI saja?

Saya rasa belum ada pembicaraan ke arah itu. Tapi, sebenarnya bisa dipikirkan. Dulu pernah dipikirkan bahwa bank sentral ini juga mengawasi lembaga keuangan bukan bank. Tapi, kalau pasar modal hams tersendiri karena sifat pasar modal ini lain kan. Pasar modal lebih banyak opened (transparansi), bagaimana mengawasi perusahaan agar lebih terbuka kepada masyarakat.

Kalau di perbankan kan tidak. Bagaimana supaya hal ini tertutup, malah. Makanya, timbul masalah kan mengenai kerahasiaan bank kemarin itu (Pansus Bank Century minta data nasabah di Bank Mutiara cabang Bali). Jadi, ada perbedaan sifat antara pengawasan bank dan pengawasan di pasar modal dan memang agak susah untuk pengawasan keduanya disatukan.

Ada opini publik, BI terkesan ikhlas tapi tidak rela dengan pengawasan perbankan dilepas ke OJK. Komentar Anda?

Bukan kami tidak rela. Kami rela sekali. Sumpah pocong pun berani. Tapi, masalahnya hanya informasi. Kami tidak mau gagal atau menjadi masalah seperti yang dialami Korea Selatan atau Inggris lantaran bank sentralnya tidak ada akses informasi.

Jadi, konsep draf OJK yang BI ajukan tidak kontra di pemerintah?

Nggak. Kami nggak punya draf. Yang dari kami ini kan alternatif saja berdasarkan pada pengalaman-pengalaman negara lain.

Naga-naganya UU BI yang perlu diamandemen?

Kalau pendapat saya pribadi memang yang paling gampang amandemen, kalau tidak mau malu dan mumpung belum mengeluarkan biaya. Karena, arahnya kalau di negara lain kan juga dikembalikan ke bank sentral. Negara lain itu malu kan lantaran sudah dipisahkan tetapi sekarang dikembalikan lagi ke bank sentral. Contohnya Korea Selatan yang malah mengusulkan supaya UU perbankannya diamandemen.



No comments:

Post a Comment