Sunday, August 22, 2010

Korban malapraktik RS Siloam menggugat

Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance,Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service

Cakrajiya Ciptana (CCi)

http://www.cc-indonesia.com




ARTICLE CLIPPINGS

Media : www.primaironline.com

Date : Thursday, January 28, 2010

Url : http://www.primaironline.com/b...

Tone : Negative



Alfonsus Budi Susanto, korban malapraktik Rumah Sakit Siloam Karawaci Tangerang, yang sekarang mengalami kelumpuhan, kini sedang mencari penyelesaian dengan pihak manajemen rumah melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. "Kami kini sedang mencari solusi saling menguntungkan lewat kasus perdata di pengadilan," kuasa hukum korban, Didit Wijayanto Wijaya, kepada pers di Jakarta, Kamis (28/1). Kasus ini diajukan ke pengadilan sehubungan dengan tindak kelalaian yang dilakukan dokter rumah sakit swasta tersebut, yang mengakibatkan kelumpuhan pada Budi Susanto. "Kami sangat menyayangkan sekali sikap Rumah Sakit Siloam yang acuh tak acuh terhadap malapraktik yang dilakukannya terhadap Bapak AB Susanto. Untuk itulah, pada persidangan lanjutan, 2 Februari mendatang, akan diajukan saksi ahli," ujar Didit. Alfonsus Budi Susanto yang lebih dikenal dengan nama AB Susanto, mungkin tak pernah menyangka kondisi tubuhnya akan separah saat ini. Setelah dirawat di RS Siloam Internasional Lippo Karawaci, Tangerang, Banten, ia bukannya mendapat kesembuhan, malah kelumpuhan. Berawal dari keluhan nyeri punggung, Susanto memeriksakan dirinya ke RS Siloam pada Oktober 2005. Pemeriksaan dilanjutkan dengan rontgen oleh dokter Eka Juliantana, dokter ahli saraf, yang dilanjutkan dengan terapi dan penggunaan korset. Pada Desember 2005, rasa sakit kembali datang. AB Susanto pun kembali memeriksakan diri ke RS Siloam. Hasilnya, managing partner dari The Jakarta Consulting Group itu menderita infeksi tulang dan bronchitis sehingga harus dirawat di rumah sakit selama lima hari. Setelah dirawat, AB Susanto melakukan kontrol rutin. Saat itulah dr Eka menyarankan agar konsultan manajemen ini melakukan injecting cement pada torak/bagian punggung. AB Susanto diberitahukan bahwa injeksi itu tak berisiko dan tak memiliki efek samping. Menurut Didit, AB Susanto lalu menyetujui usulan itu dan berharap akan kesembuhannya. Sesaat sebelum injeksi dilakukan di RS Siloam, suster meminta AB Susanto menandatangani persetujuan tindakan medis. Setelah itu, seorang dokter anastesi memberitahukan bahwa sebelum injeksi akan dilakukan general anastesi alias bius total. Padahal sebelumnya dr Eka memberitahukan bahwa injeksi hanya perlu dilakukan bius lokal. Namun dr Eka beralasan tindakan bius total lebih tepat. Hasilnya, setelah dilakukan injeksi, AB Susanto malah mengalami kelumpuhan total pada tungkai kirinya. Ternyata, setelah dikonfirmasi, yang melakukan injeksi bukan dr Eka, melainkan dr Julis July, asisten dr Eka. Obat-obatan yang diberikan untuk mengatasi kelumpuhan itu belakangan malah menyebabkan pembengkakan seluruh tubuh dan gula darah naik. AB Susanto tak lagi bisa bergerak bebas, ia harus duduk di kursi roda. Keluarga AB Susanto pun jadi tergugah untuk meminta rekam medis pria yang telah menerbitkan lebih dari 40 buku tentang menajemen tersebut. Namun setelah diminta berulang kali, pihak RS Siloam menolak dengan alasan rekam medis adalah milik rumah sakit, tidak boleh dibawa keluar. Hal itu membuat AB Susanto dan keluarganya mencari alternatif pengobatan di RS Mount Elizabeth Singapura. "Baru beberapa bulan yang lalu pihak menejemen mau memberikan cacatan medis, tapi masih ada 8 macam berkas lagi yang masih ditahan oleh pihak sakit dan tidak bisa diberikan kepada kami," katanya. Selanjutnya, Didit menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan di RS Mount Elizabeth menunjukkan bahwa terdapat perubahan di sumsum tulang belakang kliennya. Hal itu disebabkan bekas peradangan akibat injecting cement. "Selain injeksi juga dinilai salah sasaran, kelumpuhan pada tungkai kiri disebabkan karena jarum suntik yang menyentuh sumsum tulang belakang. Walhasil, untuk mengatasi kelumpuhan, AB Susanto harus menjalani terapi fisik melalui air. Saat ini pria kelahiran Yogyakarta, 5 September 1950 ini, sudah bisa berjalan kembali dengan memakai tongkat," katanya. AB Susanto sudah melaporkan kejadian itu pada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Mediator Indonesia itu juga telah menyomasi pihak rumah sakit pada 1 Juli 2009 dan 14 Juli 2009. Namun tidak disambut positif. Dalam surat tanggapannya, RS Siloam Karawaci menyatakan rumah sakit itu berjanji akan memberikan pelayanan yang baik terhadap AB Susanto yang merupakan pasiennya. Akhirnya, AB Susanto melalui kuasa hukumnya dari Idcc #and# Associates memilih melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 15 Juli 2009 lalu. Dalam gugatan itu, RS Siloam, dr Eka, dr Julius didudukkan sebagai tergugat I, II dan III. Pihak yang berwenang mengawasi dokter yakni dr Andry (Chief Executive Officer) dan dr Anastina Tahjun (Head of Division Anciliarry Services and Medical Affairs) disasar sebagai tergugat IV dan V. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Managing Direktur Lippo Group juga disasar menjadi Turut Tergugat I dan II. Tidak hanya itu, pihak penggugat juga dalam pokok gugatannya menuntut ganti rugi dengan total uang sebesar Rp181.856.000.000.



No comments:

Post a Comment