Sunday, August 22, 2010

Produksi Rokok Mulai Dibatasi [Suara Pembaruan]

Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance,Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service

Cakrajiya Ciptana (CCi)

http://www.cc-indonesia.com




ARTICLE CLIPPINGS

Media : Suara Pembaruan

Date : Wednesday, June 16, 2010

Page : 15

Tone : Neutral

Position : Top

Section : Ekonomi



Kementerian Perindustrian (Kemperin) me­mastikan produksi rokok na­sional pada 2010 dipangkas sebanyak 5 miliar batang, dari 245 miliar batang pada 2009 menjadi hanya 240 miliar ba­tang. Penurunan produksi itu dilakukan berdasarkan peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau yang dirumuskan Kemperin.

Seiring dengan itu, Ke menterian Kesehatan (Kern­kes) menargetkan, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Temba­kau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan (RPP Pengendalian Tembakau) segera rampung dan diterbitkan tahun ini.

Hal itu disampaikan Men ten Kesehatan (Menkes) En­dang Rahayu Sedyaningsih, Dirjen Industri Agro dan Kimia Kemperin Benny Wachjudi, Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kemperin War­sono, dan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tutus Aba­di. Mereka dihubungi Investor Daily secara terpisah di Ja­karta. Senin (14/6).

Menkes mengatakan, pe­merintah telah membahas RPP Pengendalian Tembakau dalam rapat interdep. Saat ini, masingmasing kementerian terkait melengkapi data yang dibutuhkan.

"Belum ada kata putus. Tidak bisa cepat. Pasti lama. Ini kan peraturan pemerintah, harus menjadi cerminan dari berbagai kementerian. Kami berharap bisa tahun ini, Insya Allah," kata Endang.

Berdasarkan roadmap in­dustri hasil tembakau pada 20102015, menurut Warsono, pemerintah akan mempriori­taskan aspek penerimaan ne­gara, kesehatan, dan tenaga kerja. "Untuk itu, pemerintah mulai membatasi produksi ro­kok pada tahun ini," katanya.

Dia menjelaskan, pembatasan produksi rokok itu akan dilakukan dengan instrumen kenaikan cukai dan penetap­an daftar negatif investasi (DNI). Industri rokok dima­sukkan kategori terbuka ber­syarat dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 111 dan 112 Tahun 2007 tentang DNI.

Bahkan, kata Warsono, investasi industri rokok yang baru bisa saja tertutup atau tidak diperbolehkan dibuka. Melalui Perpres No 28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, pemerintah mene­tapkan roadmap industri hasil tembakau. Pada periode 2015­2020, pemerintah akan fokus pada aspek kesehatan mele­bihi aspek tenaga kerja dan penerimaan. Benny Wachjudi mene­rangkan, pemerintah semula berencana membatasi produk­si rokok hanya 232 miliar ba­tang. "Tapi, kita tetap memer­lukan pertumbuhan pada in­dustri ini sesuai dengan sasar­an roadmap IHT dan kebijak­an cukai, yaitu triple track (pro job, growth, dan poor). Jadinya untuk 2010, ditetap­kan produksi rokok hanya 240 miliar batang," katanya.

Dalam jangka pendek, jelas Benny, pengembangan IHT akan diprioritaskan pada aspek tenaga kerja, penerimaan negara, dan kesehatan. Selan­jutnya, fokus pengembangan akan bertumpu pada aspek pe­nerimaan negara, kesehatan, dan tenaga kerja, Dalam jang­ka panjang, fokus utama ada­lah aspek kesehatan, tenaga kerja, dan penerimaan negara.

"Penyerapan tenaga kerja langsung ataupun tidak lang­sung di industri tembakau saat ini mencapai 6,1 juta orang. Ini perlu diperhatikan," ujarnya.

Penjualan Rp 160 Triliun

Berdasarkan data Kemperin, dengan total penjualan ro­kok sebanyak 245 miliar ba­tang pada tahun lalu, total pen­jualan rokok di Indonesia di­perkirakan mencapai Rp 160,7, triliun, dengan asumsi harga ro­kok per batang Rp 656. Dari angka itu, pemasukan negara dari cukai rokok mencapai Rp 53,3 triliun pada tahun lalu. De­ngan demikian, pendapatan pabrikan rokok di Indonesia mencapai Rp 107,4 triliun.

Ketua Umum Gabungan Produsen Roko Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, jumlah pendapatan produsen yang bisa mencapai Rp 100 triliun lebih bisa dimaklumi dan bisa saja terjadi. Tapi, omzet yang didapat oleh produsen rokok nasional masih dalam hitungan kotor. Kita kan belum tahu angka pastinya karena itu rahasia perusahaan, tapi angka itu bisa saja terjadi, kata Muhaimin.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, RPP pengendalian tembakau merupakan amanat Undang-Undang (UU) Kesehatan yang menetapkan tembakau sebagai produk adiktif. Dengan demikian, perlakuan atas tembakau harus sama dengan minuman keras (miras) dan alkohol. Hal itu merupakan kebijakan wajar dan berlaku internasional.

Pemerintah selama ini konsisten mengendalikan miras dan alkohol karena produk itu adiktif. Coba saja lihat, mana ada sponsor acara oleh produk miras dan alkohol. Penjualan rokok harus dibatasi, pencantuman peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, serta iklan atau segala bentuk sponsor dan promosi harus dilarang, tegas Tulus.

Pengendalian penjualan rokok, jelasnya, harus diimplementasikan bahwa produk tersebut hanya bisa dijual di tempat-tempat tertentu yang berizin. [ID/M-6].



No comments:

Post a Comment