Cakrajiya Ciptana (CCi)
http://www.cc-indonesia.com
ARTICLE CLIPPINGS | ||
Media : www.surabayapost.co.id | | Date : Wednesday, March 24, 2010 |
| Tone : Positive |
Berdasarkan data yang ada di sejumlah rumah sakit, jumlah balita yang mengalami kejang meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan laporan daftar diagnosa dari Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr. Soetomo Surabaya didapatkan peningkatan insiden kejang. Jika pada 1999 ditemukan sebanyak 83.193 pasien balita, di tahun 2000 ada peningkatan 236 pasien. Begitu pula dengan RS Siloam Surabaya, pada 2009 tercatat 8 kasus dilaporkan, setahun berikutnya tercatat 16 kasus. Di kedua rumah sakit itu, ada kecenderungan jumlah kasus dan penderita bertambah 30-40% setiap tahun. Spesialis anak, Prof. Darto Saharso SpA (K) mengatakan kejang terjadi karena lepasnya muatan listrik yang berlebihan pada saat yang bersamaan dari sekelompok sel saraf di otak. Kejang bisa terjadi pada bayi yang baru lahir dan pada anak-anak. Pada bayi yang baru lahir, kejang bisa terjadi karena cedera saat persalinan, kekurangan oksigen, dan bayi kuning. Sedang pada anak-anak, kejang bisa terjadi karena infeksi otak, trauma kepala, kekurangan cairan karena diare atau muntaber, epilepsi atau ayan serta febris konvulsi atau kejang demam. â¬�Jangan pernah sepelekan kejang pada anak, karena kejang bisa menjadi manifestasi klinis dari beberapa penyakit,â¬�kata Prof Darto di acara Seminar Awam â¬ÜKejang pada Anakâ¬" di Rumah Sakit Siloam Surabaya beberapa waktu lalu. Dia menjelaskan dampak kejang bisa mengakibatkan cacat fisik, cacat mental, gangguan perilaku, gangguan belajar, epilepsi, bahkan meninggal. Beberapa penyakit yang bisa timbul akibat kejang adalah cerebral palsy atau lumpuh otak, development delay (lambat pertumbuhan) yang meliputi motoric delay (lambat motorik atau gerak), speech delay (lamban bicara) dan cognitive delay (lamban kognitif), terjadi kelumpuhan, epilepsi, kelainan perilaku hingga keterlambatan mental. Di tempat yang sama Spesialis Anak dr Erny SpA(K) menjelaskan ada dua jenis kejang yang banyak dialami balita, yakni kejang yang tidak ada provokasi atau tanpa sebab. Kedua kejang demam. Kejang demam (biasa dikenal dengan istilah KD, Red) terjadi akibat kenaikan suhu tubuh secara mendadak karena penyakit di luar otak. KD terjadi pada 2% hingga 4% anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. â¬�Kalau kejang saja adalah sebuah gejala tertentu dari sebuah penyakit. Sedang untuk kejang demam adalah nama penyakit. Secara umum, kejang demam dapat dibagi dalam dua jenis,â¬� ungkap dr Erny yang juga terdaftar sebagai tim dokter Klinik Saraf Anak RS Siloam Surabaya ini. Jenis KD itu adalah simple febrile seizures (kejang demam sederhana), yaitu kejang menyeluruh yang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam. Jenis kedua adalah complex febrile seizures/complex partial seizures (kejang demam kompleks) yaitu kejang fokal atau hanya melibatkan salah satu bagian tubuh dan berlangsung lebih dari 15 menit atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung). â¬�Kejang demam harus diwaspadai, karena dari 20% kejang demam kompleks, 8%-nya anak mengalami kejang lebih dari 15 menit dan 16% kejang itu berulang dalam waktu 24 jam. Kondisi ini sangat menyiksa anak,â¬� jelasnya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang, tutur Erny, antara lain faktor usia saat pertama kali balita tersebut mengalami kejang. Data menyebutkan, bayi usia kurang dari 6 bulan berpotensi mengalami kejang sebesar 15% dan untuk balita usia 1 tahun hingga 3 tahun berpotensi mengalami kejang sebesar 85%. Selain faktor usia, kejang demam juga bisa terjadi karena adanya riwayat kejang demam dalam keluarga. Masih menurut Erny, KD memang biasa dialami oleh bayi usia 6 bulan hingga 5 tahun. Di atas 5 tahun, KD akan berangsur-angsur hilang. Namun, bila di atas 5 tahun masih sering kejang, maka harus diwaspadai. â¬�Namun, sebaiknya orang tua sudah melakukan kewaspadaan saat kali pertama anak mengalami kejang. Apakah ini hanya kejang demam atau kejang,â¬� paparnya.
No comments:
Post a Comment