Sunday, August 22, 2010

Profesionalitas Dokter Telah Dikomersialisasi

Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance,Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service

Cakrajiya Ciptana (CCi)

http://www.cc-indonesia.com




ARTICLE CLIPPINGS

Media : megapolitan.kompas.com

Date : Thursday, March 18, 2010

Url : http://megapolitan.kompas.com/...

Tone : Negative



Bambang Widjojanto, kuasa Hukum AB Sutanto, pasien Rumah Sakit Siloam International Karawaci yang mengaku mengalami malpraktik, menduga telah terjadi komersialisasi pada tindakan profesional dokter yang menangani operasi kliennya. "Pasien sudah bayar mahal, tetapi tidak ada jaminan," ujar Bambang di Jakarta, Kamis (18/3/2010). Selain itu, menurut dia, tindakan yang dilakukan dr Eka Julianta dan pihak RS Siloam ditenggarai melanggar Undang-Undang. "Tindakan yang dilakukan dokter Eka yang tidak menangani AB pada saat operasi, dan malah melimpahkan kepada dokter Julius July, tanpa informasi terlebih dahulu jelas tindakan yang melanggar UU Pasal 51 #and# 79 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU Keterbukaan Informasi Publik," ujar Bambang Sedangkan AB Sutanto menyatakan, terjadi pembengkakan biaya yang harus dikeluarkan, tanpa ada informasi rinci mengenai untuk apa saja biaya tersebut digunakan dalam tindakan medis. "Awalnya biaya untuk suntik Rp7 juta, namun pihak RS menghubungi putri saya dan memberitahukan total biaya yang harus dibayar bertambah menjadi Rp 100 juta," ujar AB Sutanto. Bambang Widjojanto menilai, AB Sutanto telah banyak mengalami perlakuan yang tidak adil dari pihak RS dan dokter yang menanganinya. Maka dari itu, saat ini AB Sutanto telah melakukan usaha-usaha hukum secara non-formal, yakni melaporkan indikasi malpraktik ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia atau MKDKI. Namun, sampai saat ini, menurut Bambang, pihak MKDKI tidak memberikan perlindungan yang sewajarnya pada AB. "MKDI lambat dalam memproses pengaduan yang AB berikan. Pengaduan itu telah diberikan pada April 2008, dan sampai sekarang pihak MKDKI masih memprosesnya karena alasan kekurangan SDM," jelas Bambang. MKDI adalah lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia atau KKI yang berwenang menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi disiplin. "MKDKI merupakan lembaga negara, seharusnya memberikan pelayanan kepada masyarakat secara baik. MKDKI tidak mencerminkan usaha perlindungan kepada pasien, sebagaimana tugasnya. Hal ini semakin mengindikasikan adanya komersialisme pada kerja profesional dokter," kata Bambang.



No comments:

Post a Comment